Pengikut

Kamis, 10 Mei 2018

ASPEK-ASPEK PSIKOLOGI YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERKEMBANGAN BERAGAMA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Psikologi agama merupakan bagian dari psikologi yang mempelajari masalah-masalah kejiwaan yang ada sangkut pautnya dengan keyakinan beragama. Dalam makalah ini penulis ingin menyampaikan tentang aspek-aspek psikologi yang berhubungan dengan perkembangan agama.
Perkembangan jiwa agama seseorang ternyata dipengaruhi oleh berbagai aspek psikologis yang secara tidak langsung menyatakan bahwa antara agama dan psikologis saling mempengaruhi, diantaranya kecerdasan beragama dimana seorang individu dilihat dari kesanggupan pikirannya dalam mengatasi tuntutan kehidupan, motivasi beragama dimana sebagai pendorong atau menjalankan suatu aktivitas keagamaan, sikap keagamaan dimana seseorang berprilaku terhadap suatu objek, ketaatan beragama dimana membawa dampak positif kepada kesehatan mental karena selalu ingat Allah SWT, dan tingkah laku keagamaan dimana segala aktivitas seseorang dalam menjalani kehidupan yang didasarkan atas nilai-nilai agama yang diyankinya

1.2    Rumusan Masalah
1.      Apa saja aspek-aspek psikologi yang berhubungan dengan perkembangan beragama ?










BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Kecerdasan Beragama
1.      Pengertian Kecerdasan
Kecerdasan dalam bahasa inggris disebut intelligence dan bahasa arab disebut al-dzaka menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu. Dalam arti kemampuan (al-qudrah) dalam memahami sesuatu secara cepat dan sempurna.
Crow and Crow, mengemukakan bahwa inteligensi berarti kapasitas umum dan seorang individu yang dapat dilihat pada kesanggupan pikirannya dalam mengatasi tuntutan kebutuhan-kebutuhan baru, keadaan rohaniah secara umum yang dapat disesuaikan dengan problem-problem dan kondisi-kondisi yang baru di dalam kehidupan.

2.      Macam-macam Inteligensi (Kecerdasan)
A.    Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang berhubungan dengan proses kognitif seperti berfikir, daya menghubungkan dan menilai atau mempertimbangkan sesuatu..
Tinggi rendahnya kecerdasan intelektual seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1.    Pembawaan, yaitu kesanggupan yang dibawa semenjak lahir dan setiap orang tidak ada yang sama.
2.    Kematangan, yaitu saat munculnya daya intelek yang siap untuk dikembangkan mencapai puncaknya (masa peka).
3.    Lingkungan, yaitu faktor luar yang mempengaruhi intelegensi pada masa perkembangannya.
4.    Minat, yaitu motor penggerak dalam perkembangan intelegensi.



B.     Kecerdasan Emosional
a.       Pengertian kecerdasan emosional
Kecerdasan emosinonal merupakan istilah baru yang pertama kali ditemukan oleh salovy, psikologi dari Univesitas Yale, dan Mayer dari Universitas New Hampeshire pada tahun 1990. Salovey dan Mayer menggunakan istilah kecerdasan emosi untuk menggambarkan sejumlah kemampuan mengenali emosi diri sendiri, mengelola dan mengekspresikan emosi diri sendiri dengan tepat, memotivasi diri sendiri, mengenali orang lain dan membina hubungan dengan orang lain.
Ciri utama dari pikiran emosional adalah respons yang tepat tetapi ceroboh, mendahulukan perasaan dari pada pemikiran, Respon yang seperti kanak-kanak, masa lampau diposisikan sebagai masa sekarang, dan realitas yang ditentukan oleh keadaan.

b.      Aspek-aspek kecerdasan emosional
Ari Ginanjar mengemukakan aspek-aspek yang berhubungan dengan kecerdasan emosional dan spiritual, seperti
1.    Konsistensi (‘istiqamah)
2.    Kerendahan hati (tawudhu)
3.    Berusaha dan berserah diri (tawakkal)
4.    Ketulusan (ikhlas), dan totalitas (kaffah)
5.    Keseimbangan (tawazun) dan
6.    Integritas dan penyempurnaan (ihsan)

Sedangkan Jalaluddin Rahmat mengemukakan bahwa untuk memperoleh kecerdasan emosional yang tinggi (matang), harus dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1.      Musyarathah, berjanji pada diri sendiri untuk membiasakan perbuatan baik dan membuang perbuatan buruk
2.      Muraqabah, memonitor reaksi dan perilaku sehari-hari
3.      Muhasabah, melakukan perhitungan baik dan buruk yang pernah dilakukan
4.      Mu’atabah dan mu’aqahah, mengecam keburukan yang dikerjakan dan menghukum diri sendiri (sebagai hakim sekaligus sebagai terdakwa)

C.     Kecerdasan Moral
Kecerdasan moral ialah kemampuan untuk merenungkan mana yang benar dan mana yang salah, dengan menggunakan sumber emosional dan intelektual pikiran manusia. Indikator kecerdasan moral adalah bagaiamana seseorang memiliki pengetahuan moral yang baik dan yang burul, kemudian dia mampu menginternalisasikan moral yang baik ke dalam kehidupan nyata dan menghidarkan diri dari moral yang buruk.
Kecerdasan moral tidak bisa dicapai dengan menghafal atau mengingat aturan yang dipelajari, melainkan membutuhkan interaksi dengan lingkungan luar dimana seseorang berada.

D.    Kecerdasan Spritual
Kecerdasan spritual bukanlah doktrin agama yang mengajarkan manusia untuk memilih salah satu agama, tetapi ia merupakan sebuah konsep yang berhubungan bagaiaman seseorang mempunyai kecerdasan dalam mengelola makna-makna, nilai-nilai dan kualitas kehidupan spiritualnya.

E.     Kecerdasan Qalbiyah
Kecerdasan qalbiyah adalah sejumlah kemampuan diri secara cepat dan sempurna, untuk mengenal kalbu dan aktivitas-aktivitasnya, mengelola dan mengekspresikan jenis-jenis kalbu secara benar, memotivasi kalbu untuk membina hubungan moralitas dengan orang lain dengan hubungan ubudiyah dengan tuhan.
Menurut Toto Tasmara Qalbu adalah hati nurani yang menerima limpahan cahaya kebenaran ilahiyah yaitu ruh. Dengan kalbu inilah Allah memanusiakan manusia dan memuliakannya dan makhluk yang lain. Kalbu merupakan saqhafa atau hamparan yang menerima suara hati (conscience) yang asalnya dari ruh dan juga sering diistilahkan dengan nurani (bersifat cahaya) yang berfungsi menerangi dan memberikan arah pada manusia untuk bersikap dan bertindak.

2.2    Motivasi Beragama
1.      Pengertian Motivasi
Motivasi sendiri merupakan istilah yang lebih umum digunakan untuk menggantikan term “motif-motif” yang dalam bahasa inggris disebut dengan motive yang berasal dari kata motion, artinya gerakan atau suatu yang bergerak. Motif dalam psikologi berarti rangsangan dorongan, atau pembangkit tenaga bagi terjadinya tingkah laku.
Hasan langgulung berpendapat bahwa motivasi merupakan suatu keadaan psikologis yang merangsang dan memberi arah terhadap aktivitas manusia. Dialah kekuatan yang menggerakkan dan mendorong aktivitas seseorang. Motivasi itulah yang membimbing seseorang ke arah tujuan-tujuannya.
Menurut stagner sebagai ahli psikologi menyatakan bahwa motivasi manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1.      Motivasi Biologi, yaitu motivasi dalam bentuk primer atau dasar yang menggerakkan kekuatan seseorang, seperti lapar, dahaga, kekurangan udara, letih, dan menjauhi rasa sakit.
2.      Motivasi Emosi, seperti rasa takut, marah, gembira, cinta, benci, jijik, dan sebagainya.
3.      Motivasi Nilai dan Minat, yaitu nilai dan minat seseorang itu bekerja sebagai motivasi yang mendorong seseorang bertingkah laku sesuai dengan nilai dan minat yang dimilikinya.


2.      Peran Motivasi
Motivasi memiliki beberapa peran dalam kehidupan manusia, setidaknya terdapat empat peran dari motivasi, yaitu:
1.      Motivasi berfungsi sebagai pendorong manusia dalam berbuat sesuatu.
2.      Motivasi berfungsi untuk menentukan arah dan tujuan.
3.      Motivasi berfungsi sebagai penyeleksi atas perbuatan yang akan dilakukan oleh manusia baik atau buruk, sehingga tindakannya selektif.
4.      Motifasi berfungsi sebagai penguji sikap manusia dalam beramal, benar atau salah, sehingga bisa dilihat kebenaran atau kesalahannya.
Jadi, motivasi berfungsi sebagai pendorong, penentu, penyeleksi, dan penguji sikap manusia dalam kehidupan. Namun dari semua fungsi atau peran motivasi diatas, fungsi pendoronglah yang paling dominan diantara fungsi-fungsi yang lain.

3.      Jenis Motivasi Beragama
a.       Motivasi Beragama Dalam Psikologi
Nico Syukur Dister Ofm, dalam bukunya “Pengalaman dan Motivasi Beragama”, menyatakan bahwa ada empat motivasi yang menyebabkan orang beragama :
1.      Agama sebagai Sarana Untuk Mengatasi Frustasi
2.      Agama Sebagai Sarana Untuk Menjaga Kesusilaan
3.      Agama Sebagai Sarana Untuk Memuaskan Intelek yang ingin tahu
4.      Agama Sebagai Sarana Untuk Mengatasi Ketakutan

b.      Motivasi Beragama Dalam Islam
Di dalam ajaran islam ada dua  jenis motivasi beragama, yaitu motivasi beragama yang rendah, dan motivasi beragama yang tinggi.
1.      Motivasi Beragama yang Rendah
Diantara motivasi beragama yang rendah dalam islam adalah sebagai berikut:
a.       Motivasi beragama karena didorong oleh perasaan jah dan riya
b.      Motivasi beragama karena ingin mematuhi orang tua dan menjauhkan larangannya.
c.       Motivasi beragama karena demi gengsi atau prestise
d.      Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk mendapatkan sesuatu atau seseorang
e.       Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk melepaskan diri dari kewajiban agama.

2.      Motivasi Beragama yang Tinggi
Sedangkan diantara motivasi beragama yang tinggi dalam islam adalah sebagai berikut:
a.       Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk mendapatkan surga dan menyelamatkan diri dari azab neraka.
b.      Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.
c.       Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keridhaan Allah dalam hidupnya.
d.      Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup.
e.       Motivasi beragama karena didorong ingin hulul (mengambil tempat untuk menjadi satu dengan Tuhan).
f.       Motivasi beragama karena didorong oleh kecintaan (mahabbah) kepada Allah SWT.
g.      Motivasi beragama karena ingin mengetahui rahasia Tuhan dan peraturan Tuhan tentang segala yang ada (ma’rifah).
h.      Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk al-ittihad (bersatu dengan Tuhan).




2.3    Sikap Keagamaan
1.    Pengertian Sikap
Menurut Oemar Hamalik, sikap merupakan tingkat afektif yang positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologis, positif dapat diartikan senang sedangkan negatif berarti tidak senang atau menolak. Sikap terdapat 3 komponen yang bekerja secara komplek, yang merupakan bagian sangat menentukan sikap seseorang terhadap suatu objek, baik bentuk yang kongkrit ataupun abstrak, yaitu:
1.      Komponen kognisi akan menjawab tentang apa yang dipikirkan atau dipersepsikan terhadap obyek.
2.      Komponen afiksi dikaitkan dengan apa yang dirasakan terhadap obyek.
3.      Komponen konasi berhubungan dengan kesediaan atau kesiapan untuk bertindak terhadap obyek.

Sikap merupakan hasil belajar  yang diperoleh melalui pengalaman interaksi dan komunikasi yang terus menerus dengan lingkungan sekitarnya. Dalam pembentukan sikap faktor pengamalan mempunyai peran sangat penting hal ini berarti sikap seorang akan banyak dipengaruhi lingkungan budaya, misalnya keluarga,norma,agama, adat istiadat. Namun dalam pembentukan sikap seseorang individu, faktor individu itu sendiri ikut pula menentukan.
Menurut Siti Partini faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perubahan sikap adalah:
1.      Faktor internal:  yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu yaitu kemampuan menyeleksi dan mengola atau menganalisis pengaruh yang datang dari luar, termasuk disini minat, perhatian dan sebagainya
2.      Faktor eksternal:  faktor yang berasal dari luar diri individu yaitu pengaruh dari lingkungan yang diterimanya.


2.    Pengertian Sikap Keagamaan
Menurut abu ahmadi “ apabila individu memiliki sikap positif terhadap suatu objek ia akan siap membantu, memperhatikan,  berbuat sesuatu yang  menguntungkan obyek itu”. Bila seseorang percaya bahwa agama itu adalah sesuatu yang benar dan baik, maka timbullah perasaan cinta, suka, setuju, simpati dan menyenangkan mengalahkan sikap negatif yaitu perasaan, antipati, menolak, mengecam, mencela menyerang dan membinasakan. Perasaan seseorang bisa mempengaruhi perilaku seseorang.
Didalam sikap keagamaan antara komponen-komponen selalu berhubungan erat , seseorang yang melakukan amal keagamaan, karena ia sudah terlebih dahulu mengetahui dan meyakini bahwa agama agama itu baik dan benar, serta mempunyai perasaan senang terhadap agama.
Zakiah daradjat (1998) mengatakan bahwa sikap keagamaan merupakan perolehan dan bukan bawaan. Terbentuk melalui pengalaman langsung yang terjadi dalam hubungan dengan unsur-unsur lingkungan materi dan sosial.

2.4    Ketaatan Beragama
Manusia berbakti kepada tuhan itu diwujudkan dengan melaksanakan segala yang diperintahkan oleh tuhan dan menjauhi segala laranganya. Ketaatan beragama membawa damapak positif terhadap kesehatan mental karena pengalaman membuktikan bahwa seseorang yang taat beragama selalu mengingat allah swt. Firman allah “Sesungguhnya dengan mengingat allah jiwa akan tentram” (QS. 13.28)
Ketaatan beragama umumnya dipengaruhi oleh faktor termasuk stratifikasi sosial (kedudukan dalam masyarakat) yaitu:
1.      Faktor psikologis: kepribadian dan mental
2.      Faktor umur
3.      Faktor kelamin
4.      Faktor Pendidikan
5.      Faktor stratifikasi sosial
2.5    Tingkah Laku Keagamaan
1.      Pengertian Tingkah Laku
Dalam Kamus Bahasa Indonesia tingkah laku adalah perangai, kelakuan atau perbuatan. Menurut J.P. Chaplin tingkah laku itu merupakan reaksi, tanggapan, jawaban atau balasan yang dilakukan oleh organisme.
Menurut Dali Gulo, tingkah laku dalam psikologi disebut behavior, adalah setiap tingkah laku  manusia atau hewan yang bisa dilihat. Sudarsono menambahkan bahwa tingkah laku manusia atau hewan dapat dilihat dengan cara mengamatinya. Tingkah laku meliputi kegiatan atau aktifitas yang melibatkan aspek motorik, kognitif, dan emosional.

2.      Pengertian Tingkah Laku Keagamaan
Tingkah laku keagamaan adalah segala aktifitas manusia dalam kehidupan didasarkan atas nilai-nilai agama yang diyakininya. Tingkah laku keagamaan tersebut merupakan perwujudan dari rasa dan jiwa keagamaan berdasarkan kesadaran dan pengalaman beragama pada diri sendiri. Tingkah laku keagaman itu sendiri pada umumnya didorong oleh adanya suatu sikap keagamaan yang merupakan keadaan yang ada pada diri seseorang. Sikap keagamaan merupakan interaksi secara komplek antara pengetahuan agama, perasaan agama dan tindak keagamaan dalm diri seseorang. Tingkah laku keagamaan juga ditunjukan oleh adanya ke ikhlasan pada diri seseorang, orang yang ikhlas dalam beribadah, beramal hanya karena Allah semata.
Indikator lain dari tingkah laku keagamaan berupa kesabaran. Orang yang beragama, akan selalu tabah dan sabar dengan berbagai cobaan, ia juga sabar terhadap segala kewajiban yang diberikan tuhan kepadanya.




BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Perkembangan Jiwa keagamaan dipengaruhi oleh berbagai aspek psikologis yang secara tidak langsung menyatakan bahwa antara agama dan psikologi saling mempengaruhi, yakni diantaranya dalam hal intelegensi (kecerdasan) beragama, motivasi beragama, sikap beragama, tingkah laku beragama, dan ketaatan beragama.
Intelegensi berarti kapasitas umum dari seseorang individu yang dapat dilihat pada kesanggupan pikirannya dalam mengatasi tuntutan kebutuhan-kebutuhan baru, keadaan rohaniah secara umum yang dapat disesuaikan dengan problem-problem dan kondisi-kondisi yang baru dalam kehidupan.
Motivasi memiliki beberapa peran dalam kehidupan untuk menjalankan aktivitas keagamaan, ada empat motivasi yang berperan dalam kehidupan manusia. Motivasi berfungsi sebagai pendorong manusia dalam berbuat sesuatu, penyeleksian atas perbuatan, menentukan arah dan tujuan, pengujian manusia dalam beramal.
Dalam sikap keagamaan antara komponen kognitif, efektif, dan kognatif saling berintegrasi sesamanya secara kompleks. Sikap keagamaan bukan merupakan bawaan akan tetapi dalam pembentukan dan perubahannya ditentukan oleh faktor internal dan eksternal.
Tingkah laku keagamaan itu sendiri pada umumnya didorong oleh adanya suatu sikap keagamaan yang merupakan keadaan yang ada pada diri seseorang. Sedangkan ketaatan beragama membawa dapak positif terhadap kesehatan mental karena pengalaman membuktikan bahwa seseorang yang taat beragama ia selalu mengingat Allah SWT.





DAFTAR PUSTAKA

Ramayulis. 2007. Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia
Jalaludin. 2009. Psikologi Agama. Jakarta: Pt. Rajagrafindo Persada

4 komentar: