BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sudah
sejak lama berkembang anggapan bahwa bimbingan dan konseling ditujukan pada
siswa yang bermasalah, khususnya siswa yang melakukan kesalahan atau
pelanggaran tata tertib sekolah. Tentu saja anggapan tersebut dapat menyesatkan
cenderung berbahaya, terutama bagi guru Bk yang melaksanakan kegiatan pelayanan
Bimbingan dan Konseling di sekolah. Padahal, visi BK sudah jelas yakni membantu
memberikan layanan dalam mengembangkan segala potensi dan kepribadian sisiwa
secara optimal.
Secara
oprasional, program Bimbingan Konseling diwujudkan dalam berbagai layanan yang
diberikan kepada siswa untuk memecahkan masalah-masalah yang menghambat
perkembangan psikologi dan sosial yang berpengaruh besar dalam perkembangan dan
pertumbuhan siswa, kepribadian, intelegensi, emosional, religius, dan sosial.
Namun demikian, pelayanan Bimbingan dan Konseling tidak hanya bersifat kuratif
melainkan juga bersifat pengembangan.
Di
sekolah memberikan layanan bimbingan dan konseling pada siswa dalam menghadapi
berbagai tantangan, kesulitan, masalah aktual yang timbul, agar siswa dapat
berkembang secara optimal. Pelayanan bantuan yang diberikan tidak terbatas pada
bidang sekolah saja melainkan mencakup seluruh aspek kehidupan anak. Tentu saja
semua aspek kehidupan anak selalu dipandang dari sudut pandang perkembanngan
individual dan integrasi kepribadian masing-masing anak. Hal ini mengingat
bahwa anak adalah makhluk yang unik, artinya tidak ada manusia yang sama satu
sama lainnya, baik dalam sifat maupun kemampuannya.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Sejarah
lahirnya Pola BK 17+ dan Komprehensif?
2.
Persamaan
dan Perbedaan Pola BK 17+ dan Komprehensif?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Sejarah Lahirnya Pola BK 17+
1.
Pra
Lahirnya Pola 17
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola
yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan
berdampak pada buruknya citra bimbingan dan konseling, sehingga melahirkan
miskonsepsi terhadap pelaksanaan BK, munculnya persepsi negatif terhadap pelaksanaan
BK, berbagai kritikan muncul sebagai wujud kekecewaan atas kinerja Guru
Pembimbing sehingga terjadi kesalah pahaman. Masalah menggejala diantaranya:
konselor sekolah dianggap polisi sekolah, BK dianggap semata-mata sebagai
pemberian nasehat, BK dibatasi pada menangani masalah yang insidental, BK
dibatasi untuk klien-klien tertentu saja, BK melayani ”orang sakit” dan atau
”kurang normal”, BK bekerja sendiri, konselor sekolah harus aktif sementara
pihak lain pasif, adanya anggapan bahwa pekerjaan BK dapat dilakukan oleh siapa
saja, pelayanan BK berpusat pada keluhan pertama saja, menganggap hasil
pekerjaan BK harus segera dilihat, menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi
semua klien, memusatkan usaha BK pada penggunaan instrumentasi BK (tes,
inventori, kuesioner dan lain-lain) dan BK dibatasi untuk menangani
masalah-masalah yang ringan saja.
Pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah diselenggarakan dengan pola
yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan
disebabkan diantaranya oleh hal-hal sebagai berikut :
1.
Belum Adanya Hukum
Sejak Konferensi di
Malang tahun 1960 sampai dengan munculnya Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan di
IKIP Bandung dan IKIP Malang tahun 1964, fokus pemikiran adalah mendesain pendidikan
untuk mencetak tenaga-tenaga BP di sekolah. Tahun 1975 Konvensi Nasional Bimbingan
I di Malang berhasil menelurkan keputusan penting diantaranya terbentuknya Organisasi
bimbingan dengan nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI). Melalui IPBI
inilah kelak yang akan berjuang untuk memperolah Payung hukum pelaksanaan
Bimbingan dann Penyuluhan di sekolah menjadi jelas arah kegiatannya.
2.
Semangat Luar Biasa
Untuk Melaksanakan BP
BP di sekolah Lahirnya
SK Menpan No. 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam
lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Merupakan angin segar pelaksanaan
Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah. Semangat yang luar biasa untuk
melaksanakan ini karena di sana dikatakan “Tugas guru adalah mengajar dan/atau
membimbing.” Penafsiran pelaksanaan ini di sekolah dan didukung tenaga atau
guru pembimbing yang berasal dari lulusan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan atau
Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (sejak tahun 1984/1985) masih
kurang, menjadikan pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas.
Lebih-lebih lagi dilaksanakan oleh guru-guru yang ditugasi sekolah berasal dari
guru yang senior atau mau pensiun, guru yang kekurangan jam mata pelajaran
untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Pengakuan legal dengan SK Menpan
tersebut menjadi jauh arahnya terutama untuk pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan
di sekolah.
3.
Belum Ada Aturan Main
Yang Jelas
Apa, mengapa, untuk
apa, bagaimana, kepada siapa, oleh siapa, kapan dan di mana pelaksanaan Bimbingan
dan Penyuluhan dilaksanakan juga belum jelas. Oleh siapa bimbingan dan penyuluhan
dilaksanakan, di sekolah banyak terjadi diberikan kepada guru-guru senior,
guru-guru yang mau pensiun, guru mata pelajaran yang kurang jam mengajarnya
untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Guru-guru ini jelas sebagian besar
tidak menguasai dan memang tidak dipersiapkan untuk menjadi Guru
Pembimbing. Kesan yang tertangkap di masyarakat terutama orang tua murid
Bimbingan Penyuluhan tugasnya menyelesaikan anak yang bermasalah.Sehingga
ketika orang tua dipanggil ke sekolah apalagi yang memanggil Guru Pembimbing, orang
tua menjadi malu, dan dari rumah sudah berpikir ada apa dengan anaknya,
bermasalah atau mempunyai masalah apakah. Dari segi pengawasan, juga belum
jelas arah dan pelaksanaan pengawasannya.
Selain itu, dengan pola yang tidak jelas tersebut mengakibatkan:
1. Guru BP (sekarang Konselor Sekolah) belum mampu mengoptimalisasikan
tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap siswa yang menjadi
tanggungjawabnya. Yang terjadi malah guru pembimbing ditugasi mengajarkan salah
satu mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Kesenian, dsb.nya.
2. Guru Pembimbing merangkap pustakawan, pengumpul dan
pengolah nilai siswa dalam kelas-kelas tertentu serta berfungsi sebagai guru
piket dan guru pengganti bagi guru mata pelajaran yang berhalangan hadir.
3. Guru Pembimbing ditugasi sebagai “polisi sekolah” yang
mengurusi dan menghakimi para siswa yang tidak mematuhi peraturan sekolah
seperti terlambat masuk, tidak memakai pakaian seragam atau baju yang
dikeluarkan dari celana atau rok.
4. Kepala Sekolah tidak mampu melakukan pengawasan, karena
tidak memahami program pelayanan serta belum mampu memfasilitasi kegiatan
layanan bimbingan di sekolahnya,
5. Terjadi persepsi dan pandangan yang keliru dari
personil sekolah terhadap tugas dan fungsi guru pembimbing, sehingga tidak
terjalin kerja sama sebagaimana yang diharapkan dalam organisasi bimbingan dan
konseling.
2.
Lahirnya
Pola 17
SK Mendikbud No. 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya terdapat hal-hal yang substansial,
khususnya yang menyangkut bimbingan dan konseling adalah :
1.
Istilah “bimbingan dan penyuluhan” secara resmi diganti menjadi
“bimbingan dan konseling.”
2.
Pelaksana bimbingan dan konseling di sekolah adalah guru
pembimbing, yaitu guru yang secara khusus ditugasi untuk itu. Dengan demikian bimbingan dan konseling tidak dilaksanakan oleh semua guru atau sembarang guru.
pembimbing, yaitu guru yang secara khusus ditugasi untuk itu. Dengan demikian bimbingan dan konseling tidak dilaksanakan oleh semua guru atau sembarang guru.
3.
Guru yang diangkat atau ditugasi untuk melaksanakan kegiatan
bimbingan dan konseling adalah mereka yang berkemampuan melaksanakan kegiatan
tersebut; minimum mengikuti penataran bimbingan dan konseling selama 180 jam.
4.
Kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan pola yang
jelas :
a.
Pengertian, tujuan, fungsi, prinsip dan asas-asasnya.
b.
Bidang bimbingan : bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir
c.
Jenis layanan : layanan orientasi, informasi,
penempatan/penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok
dan konseling kelompok.
d.
Kegiatan pendukung : instrumentasi, himpunan data, konferensi
kasus, kunjungan rumah dan alih tangan kasus.
Unsur-unsur di atas (nomor 4) membentuk apa yang
kemudian
disebut “BK Pola-17”
disebut “BK Pola-17”
5.
Setiap kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan melalui tahap
:
a.
Perencanaan kegiatan
b.
Pelaksanaan kegiatan
c.
Penilaian hasil kegiatan
d.
Analisis hasil penilaian
e.
Tindak lanjut
6.
Kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan di dalam dan di luar
jam kerja sekolah.
3.
Penyempurna
dari Pola 17 yaitu Pola 17 Plus
Pengembangan dan
penyempurnaan dari Pola 17 (Prayitno, 2006) yaitu penambahan pada bidang bimbingan,
jenis layanan dan kegiatan pendukung. Pola 17 Plus menjadi :
a.
Keterpaduan mantap tentang pengertian, tujuan, fungsi, prinsip dan
asas serta landasan BK (Wawasan Bimbingan dan Konseling: fungsi ditambah satu
yaitu fungsi advokasi).
b.
Bidang Pelayanan BK meliputi : Bidang Pribadi, Bidang Sosial,
Bidang Kegiatan Belajar, Bidang Karir, Bidang Pengembangan Kehidupan
Berkeluarga, Bidang Pengembangan Kehidupan Beragama.
c.
Jenis
Layanan BK meliputi : Layanan Orientasi, Layanan
Informasi, Layanan Penempatan dan Penyaluran, Layanan Penguasaan Konten,
Layanan Konseling Perorangan, Layanan Bimbingan Kelompok, Layanan Konseling
kelompok, Layanan Konsultasi, Layanan Mediasi.
d.
Kegiatan
Pendukung BK : Aplikasi Instrumentasi, Himpunan data, Konferensi Kasus, Kunjungan
Rumah, Tampilan Kepustakaan, Alih Tangan Kasus.
2.2
Sejarah Lahirnya Pola BK Komprehensif
Kelahiran dan perkembangan konsep serta paradigma layanan bimbingan
dan konseling di indonesia tidak lain merupakan replika dan adopsi model yang
telah berkembang sejak lama di Amerika Serikat. Pemahaman tentang bimbingan dan
konseling sebagai suatu sistem dan kerangka kerja kelembangan tidak dapat
dilepaskan dari pandangan umum bahwa layanan BK merupakan bagian integral dari
sistem pendidikan.
Di Amerika Serikat, latar kelahiran BK di awal abad 20 bermula dari
keprihatinan yang mendalam dari kalangan pendidikan terhadap carut marutnya
perkembangan kepribadian generasi muda terutama kalangan pelajar di sekolah
yang terkena dampak gelombang besar industrialisasi di kota-kota besar. Jumlah
siswa drop-out (kaum muda lebih memilih bekerja ketimbang sekolah, sementara
keterampilan kerja tidak memadai), pergeseran nilai dalam keluarga dan
masyarakat, urbanisasi besar-besaran dari desa kekota, dan problem-problem
sosial yang lain.
Kenyataan tersebut akhirnya memicu tumbuhnya layanan bimbingan dan
konseling sebagai suatu gerakan gerakan sosial yang selaras dengan gerakan
kemajuan (progressive movement) yang berkembang dalam dunia pendidikan
di Amerika Serikat pada saat itu yang dipelopori oleh tokoh seperti Frank
Parsons, Charles Merrill dan Meyer Blommfield. Para tokoh tersebut sama-sama
memandang secara kritis bahwa gelombang revolusi industri yang membawa dampak
negatif bagi perkembangan generasi muda harus dicegah.
Gerakan bimbingan dan konseling ini memberikan pengaruh besar
terhadap beberapa negara, diantaranya indonesia. Gunawan menjelaskan bahwa
periode awal kemerdekaan masalah bimbingan pekerjaan baru diperhatikan oleh
jawatan yang mengurus masalah tenaga kerja. Kegiatan bimbingan kemudian
dikembangkan oleh kementrian pendidikan dan kebudayaan dengan mengembangkan
banyak kursus keterampilan bagi kaum muda.
Secara formal, pemberlakuan kurikulum 1975 mengandung penegasan
bahwa BK (saat itu disebut bimbingan dan penyuluhan) merupakan bagian integral
dalam pendidikan di sekolah. Lahirnya ikatan petugas Bimbingan Indonesia (IPBI)
tahun 1975 di Malang, Jawa Timur dan pergantian nama IPBI menjadi Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) tahun 2001 dengan kelengkapan divisi-divisi
layanan di dalamnya semakin memperkokoh layanan BK dengan berbagai domain
layanan yang semakin kompleks, pribadi, sosial, akademik, karir dan layanan
pendukung lainnya secara lebih menyeluruh yang disebut dengan layanan Bimbingan
Konseling Komprehensif.
2.3
Persamaan dan Perbedaan Pola BK 17+ dan Komprehensif
1. Pola BK 17+
·
Pengertian
Pemberian bantuan kepada peserta didik melalui, enam bidang
bimbingan, sembilan layanan, dan enam layanan pendukung yang sesuai dengan
norma yang berlaku.
·
Tujuan
Membantu peserta didik mengenal bakat, minat, dan kemampuannya,
serta memilih dan menyesuaikan diri dengan kesempatan, pendidikan, dan
merencanakan, karier yang sesuai dengan tuntuan kerja.
·
Fungsi
Pola
BK 17+ memiliki fungsi
1.
Pemahaman
fungsi
bimbigan dan konseling yang menghasilkan pemahaman tentang diri siswa yang
dapat digunakan dalam rangka pengembangan siswa dan pemahaman tentang
lingkungan.
2.
Pencegahan
fungsi
bimbingan dan konseling yang berupaya mencegah peserta didik agar tidak
mengalami sesuatu kesulitan atau pun menemui permasalahan yang dapat
mengganggu, menghambat dalam proses perkembangan peserta didik.
3.
Perbaikan
fungsi
bimbingan dan konseling dalam membantu peserta didik mengubah hal yang kurang
baik menjadi lebih baik serta dapat mengatasi berbagai permasalahan yang di
hadapi.
4.
Pemeliharaan
fungsi
bimbingan dan konseling yang bertujuan untuk menjaga agar perilaku peserta
didik yang sudah baik jangan sampai rusak kembali.
5.
Pengembangan
fungsi
bimbingan dan konseling dalam membantu siswa untuk mengembangkan seluruh
potensi dan kekuatan yang dimiliki peserta didik.
6.
Penyaluran
fungsi
bimbingan dan konseling dalam membantu peserta didik untuk memilih dan
memantapkan penguasaan karier yang sesuai dengan bakat, minat, keahlian, dan
cirri-ciri kepribadian peserta didik.
7.
Penyesuaian
fungsi
bimbingan dan konseling dalam membantu peserta didik untuk dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan, keluarga, sekolah dan masyarakat secara optimal.
8.
Adaptasi.
fungsi
bimbingan dan konseling yang membantu staf sekolah untuk mengadaptasikan
program pengajaran dengan minat, kemampuan, serta kebutuhan peserta didik.
·
Layanan
Dalam
Pola BK 17+ terdapat 9 layanan diantaranya:
1. Layanan
orientasi
Layanan
yang di tujukan untuk peserta didik atau siswa baru guna memberikan pemahaman
dan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekolah yang baru dimasuki. Hasil yang
diharapkan dari layanan ini adalah peserta didik dapat menyesuaikan diri
terhadap pola kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan kegiatan lain yang
mendukung keberhasilannya.
2. Layanan
informasi
Layanan
yang bertujuan untuk membekali peserta didik dengan berbagai pengetahuan dan
pemahaman tentang berbagai hal yang berguna untuk mengenal diri, merencanakan,
dan mengembangkan pola kehidupan sebagai pelajar, anggota keluarga, dan anggota
masyarakat. Layanan informasi berupaya memenuhi kekurangan seseorang akan
informasi yang dibutuhkan.
3. Layanan
penempatan dan penyaluran
yaitu
serangkaian kegiatan bimbingan dan konseling yang membantu peserta didik agar
dapat menyalurkan/menempatkan dirinya dalam berbagai program sekolah, kegiatan
belajar, penjurusan, kelompok, belajar,pilihan pekerjaan, dll. Sesuai dengan
bakat, minat, kemampuan, serta kondisi fisik dan psikisnya.
4. Layanan
pembelajaran
yaitu
layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik mengembangkan
sikap dan kebiasaan belajar yang baik, materi belajar yang cocok dengan
kecepatan dan kesulitan belajarnya,serta berbagai aspek tujuan daan kegiatan
lainnya yang berguna untuk kehidupannya.
5. Layanan
konseling perorangan
yaitu
layanan yang memungkinkan peserta didik memperoleh pelayanan secara pribadi
melalui tatap muka dengan konselor atau guru pembimbingdalam rangka pembahasan
dan pengentasan masalah yang di hadapi peserta didik.
6. Layanan
bimbingan kelompok
yaitu
layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara
bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari
narasumber tertentu.
7. Layanan
konseling kelompok
yaitu
layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik mempero;eh
kesempatan untuk membicarakan dan menyelesaikan permasalahan yang dialami
melaui dinamika kelompok, terfokus pada masalah pribadi.
8. Layanan
konsultasi
yaitu
layanan bimbingan dan konseling yang di berikan kepada seseorang untuk
memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam
menangani atau membantu pihak lain.
9. Layanan
mediasi
yaitu
layanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan konselor terhadap dua pihak
yang sedang dalam keadaan tidak menemukan kecocokan sehingga membuat mereka
saling bertentangan dan bermusuhan.
·
Bimbingan
Dalam
pola BK 17+ terdapat 6 Bidang yaitu:
a.
Bimbingan
pribadi
yaitu
bidang layanan pengembangan kemampuan mengatasai masalah-masalaah pribadi dan
kepribadian, berkenaan dengan aspek-aspek intelektual, afektif dan motorik.
b.
Bimbingan sosial
yaitu
bidang layanan pengembangan kemampuan dalam mengatasi masalah-masalah social,
dalam kehidupan keluarga, disekolah, maupuin di masyarakat juga upaya dalam
berinteraksi dengan masyarakat.
c.
Bimbingan karier
yaitu layanan yang
merencanakan dan mempersiapkan masa depan karier peserta didik.
d.
Bimbingan
belajar
yaitu layanan untuk
mengoptimalkan perkembangan dan mengatasi masalah dalam proses pembelajaran.
e.
Bimbingan
keberagamaan
yaitu layanan untuk
memilih dan menganut kepercayaan sesuai dengan dirinya.
f.
Bimbingan
keberkeluargaan
yaitu layanan yang
berkenaan dengan masalah keluarga.
·
Kegiatan
Pendukung
1.
Aplikasi
instrumentasi
yaitu
kegiatan pendukung berupa pengumpilan
data dan keterangan tentang peserta didik dan lingkungan yang lebih luas yang
dilakukan baik dengan tes maupun non tes.
2.
Himpunan data
yaitu
kegiatan untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan
keperluan pengembangan peserta didik.
3.
Konferensi kasus
yaitu
kegiatan bimbingan dan konseling untuk membahas permaslahan yang dialami oleh
peserta didik dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak
yang diharapkan dapat meberikan penyelesaian.
4.
Kunjungan rumah
yaitu
kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan, dan
komitmen bagi pemecaha masalah yang dialami peserta didik melalui kunjungan
rumahnya.
5.
Alih tangan
kasus
yaitu
kegiatan bimbingan dan konseling untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat
dan tuntas terhadap masalah yang di alami peserta didik dengan memindahkan
penanganan ke pihak yang lebih kompeten dan berwenang.
6.
Terapi
kepustakaan
2. Pola BK Komprehensif
§ Pengertian
Bimbingan
komprehensif adalah pemberian bantuan kepada peserta didik melalui layanan
dasar bimbingan, layanan responsive, layanan perencanaan individual dan
dukungan system sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
§ Tujuan
Membantu peserta didik mengenal bakat, minat, dan kemampuannya,
serta memilih dan menyesuaikan diri dengan kesempatan, pendidikan, dan
merencanakan karier yang sesuai dengan tuntunan kerja. Serta mengembangkan pola
17+.
§ Fungsi
a. Fungsi
pemahaman
yaitu
fungsi bimbingan yang akan dapat menghasilkan pemahaman tentang diri siswa yang
dapat digunakan dalam rangka pengembangan siswa.
b. Fungsi
pencegahan
yaitu
fungsi bimbingan yang bermaksud agar siswa tidak mengalami sesuatu kesulitan.
c. Fungsi
penyesuaian
yaitu
fungsi bimbingan dalam membantu sisiwa untuk dapat menyesuaikan diri denagn
lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat.
d. Fungsi
pemecahan
yaitu
fungsi bimbingan yang membantu memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan data
tentang latar belakang timbulnya masalah.
§ Layanan
1.
Layanan
Dasar Bimbingan
Sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui
kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang
dirancang dan dilaksanakan secara sistematis dalam rangka mengembangkan
kemampuan penyesuaian diri yang efektif sesuai dengan tahapan dan tugas-tugas
perkembangan. Strategi layanan dalam komponen program ini adalah:
a.
Bimbingan
Klasikal
b.
Bimbingan
Kelompok
c.
Layanan
Orientasi
d.
Layanan
Informasi
e.
Pengumpulan
Data.
2.
Layanan
Responsif
Yaitu, pemberian bantuan kepada peserta didik/konseli yang
menghadapi masalah dan memerlukan pertolongan dengan segera, agar peserta
didik/konseli tidak mengalami hambatan dalam proses pencapaian tugas-tugas
perkembangannya. Strategi layanan pada komponen program ini adalah:
a.
Konseling
individu/Kelompok
b.
Konslutasi
c.
Referal
d.
Konferensi
Kasus
3.
Layanan
perencanaan Individu
Yaitu, program kurikuler yang disediakan untuk mengakomodasi
pilihan minat, bakat atau kemampuan peserta didik/konseli dengan orientasi
pemusatan, perluasan, atau muatan Kejuaraan. Strategi layanan adalah:
a.
Penilaian
individu (self-evaluation)
b.
Bantuan
individu/kelompok dalam merencanakan tujuan, melakukan kegiatan dan
mengevaluasi
c.
Penempatan/penjurusan/penyaluran.
4.
Dukungan
Sistem
Yaitu, komponen pelayanan dan kegiatan managemen, tata kerja,
infrastruktur, dan pengembangan kemampuan profesional konselor dan guru
bimbingan dan konseling secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung
memberi bantuan kepada peserta didik/konseli atau memfasilitasi kelancaran
perkembangan peserta didik/konseli dan mendukung efektivitas dan efisien
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Yang termasuk dalam kegiatan komponen
program ini adalah:
a.
Pengembangan
profesional
b.
Manajemen
program
c.
Penelitian
§ Bimbingan Pola BK Komprehensif
1.
Bimbingan
pribadi
2.
Bimbingan sosial
3.
Bimbingan karier
4.
Bimbingan
belajar
§ Kegiatan Pendukung Pola BK Komprehensif
1.
Aplikasi
instrumentasi
2.
Himpunan data
3.
Konferensi kasus
4.
Kunjungan rumah
5.
Alih tangan
kasus
6.
Terapi
kepustakaan
3. Persamaan Pola BK 17+ dan Komprehensif
·
Keduanya sama-sama merupakan proses
pemberian bantuan yang ditunjukan kepada peserta didik
·
Sama-sama
membantu peserta didik untuk mengenal dirinya
·
Sama-sama
memiliki fungsi: Pemahaman, Pencegahan, Penyesuaian, Pemecahan.
·
Mempunyai
Bimbingan yang sama (Pribadi, Sosial, Karier, Belajar)
·
Mempunyai kegiatan pendukung yang
sama ( Aplikasi instrumentasi, Himpunan data, Konferensi kasus, Kunjungan
rumah, Alih tangan kasus, Terapi kepustakaan) Mempunyai tempat kegiatan yang
sama yaitu dapat dilaksanakan diluar maupun didalam kelas
4. Perbedaan Pola BK 17+ dan Komprehensif
·
Pola
BK Komprehensif mengembangkan Pola BK 17+
·
Pada
Pola BK Komprehensif tidak ada Fungsi Perbaikan, Pemeliharan, Pengembangan,
Penyaluran, dan Adaptasi. Sementara pada Pola BK 17+ tidak ada fungsi
Pemecahan.
·
Berbeda
pada jenis Layanannya. Jika pola BK 17+ terdapat 9 layanan sedangkan pola BK
komprehensif terdapat 4 layanan.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Bimbingan
komprehensif dan pola bimbingan 17+ merupakan suatu proses pemberian
bantuan kepada peserta didik agar dapat menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapi dan juga memberikan bimbingan agar peserta didik dapat memilih kemana
arah yang harus dipilihnya yang juga sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan
juga kondisi fisik dan psikisnya.
Bimbingan
komprehensif merupakan pengembangan dari pola bimbingan dan konseling 17+,
Dimana pola 17 + masuk kedalam bagian bimbingan komprehensif. Dengan
adanya bimbingan komprehensif di harapkan dapat membuat dan memajukan bimbingan
dan konseling ke arah yang lebih baik. Serta dapat membuat para konseli lebih
kreatif dalam menjalankan tugasnya dan juga nyaman dalam melakukan kegiatan
konseling. Bimbingan konseling 17+ dan bimbingan konseling komprehensif
memiliki beberapa perbedaan yaitu:
1. Bentuk
atau cara pemberian layanan yang berbeda
2. Bimbingan
komprehensif mengembangkan pola 17+
3. Pada
bimbingan komprehensif tidak ada fungsi perbaikan, pemeliharaan, pengembangan,
penyaluran, seta adaptasi, sementara pola 17+ tidak memiliki fungsi
pemecahan
DAFTAR PUSTAKA
Zamroni, Edris & Rahardjo, Susilo.
2015. Manajemen Bimbingan dan Konseling Berbasis PERMENDIKBUD Nomor 111
Tahun 2014. Kudus: Jurnal Konseling GUSJIGANG,No. 1:8-10.
Bhakti, Caraka Putra. 2017. Program
Bimbingan dan Konseling Komprehensif Untuk Mengembangkan Standar Kompetensi
Siswa. Jurnal Konseling Andi Matappa,No.1
Sangat bermamfaat
BalasHapusSangat bermamfaat
BalasHapusTerima kasih
BalasHapusSangat bermanfaat
BalasHapusTerima kasih, sangat bermanfaat
BalasHapusTerima kasih, sangat bermanfaat
BalasHapusTerimakasih sangat bermanfaat
BalasHapusTerimakasih sangat bermanfaat
BalasHapusTerimakasih sangat bermanfaat
BalasHapusNice 👍
BalasHapusGood 👍
BalasHapusKaya copas ya😅, tapi bermanfaat kok
BalasHapus