BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Psikologi adalah salah satu bidang ilmu pengetahuan dan ilmu
terapan yang mempelajari mengenai perilaku, fungsi mental, dan proses mental
manusia secara ilmiah. Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan
oleh seorang ahli/konselor kepada konseli yang mengalami suatu maslaah. Jadi,
psikologi konseling adalah suatu kegiatan yang dibangun melalui adanya
interakasi antara klien dengan konselor untuk mengidentifikasi nilai, perasaan,
pengalaman, harapan, serta masalah yang dihadapai klien.
Didalam makalah ini akan disajikan tentang bidang kajian dari
psikologi konseling, prinsip-prinsip dan asas-asas konseling, perberdaan
psiokologi konseling dan psikoterapi, hubungan psikologi konseling dengan
psikiatri dan sosiologi dan antropologi, metode pengembangan psikologi
konseling, karakteristik dan kompetensi yang harus dimiliki konselor
profesional, karakteristik khusus dari konselor, apa itu karakteristik
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman, kompetensi ini dari seorang konselor,
kompetensi yang harus dimiliki konselor, macam-macam kondisi psikologi yang
menunjang proses konseling, dan teori-teori psikologi dalam konseling.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Prinsip-Prinsip
yang Harus Diperhatikan Konselor Dalam Pelayanan Konseling
Dalam pelayanan konseling, Prinsip adalah kaidah atau ketentuan
yang harus diperhatikan oleh konselor dalam memberikan pelayanan konseling pada
konseli. Prayitno, dkk (1997) menyatakan bahwa prinsip-prinsip pelayanan
bimbingan dan konseling mencakup empat kelompok yaitu: (1) prinsip-prinsip yang
berkenaan dengan sasaran pelayanan, (2) prinsip-prinsip yang berkenaan dengan
permasalahan konseli, (3) prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program
pelayanan, dan (4) prinsip-prinsip yang berkenaan dengna tujuan dan pelaksanaan
pelayanan.
Dari pendapat diatas, maka pelayanaan konseling juga didasarkan
pada empat kelompok prinsip tersebut.
1.
Prinsip-prinsip
pelayanan konseling yang berkenaan dengan sasaran pelayanan :
a.
Konseling
diberikan kepada semua individu
b.
Konseling
berurusan dengan pribadi dan tingkah laku
c.
Konseling
memperhatikan tahap dan berbagai aspek perkembangan
d.
Konseling
memperhatikan perbedaan konseli
2.
Prinsip-prinsip
pelayanan konseling ang berkenaan dengan permasalahan konseli:
a.
Konseling
berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental/fisik konseli
terhadap penyesuaian diri klien, atau pengaruh lingkungan terhadap kondisi
mental/fisik konseli.
b.
Kesenjangan
sosial, ekonomi dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya masalah konseli
3.
Prinsip-prinsip
pelayanan konseling yang berkenaan dengan program pelayanaan:
a.
Konseling
merupakan bagian integral dari upayah pendidikan dan pengembangan konseli
b.
Program
konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan konseli, masyarakat,
dan kondisi lembaga.
c.
Program
konseling di lembaga pendidikan, disusun secara berkelanjutan
d.
Terhadap
Isi program perlu dinilai dengan teratur dan terarah
4.
Prinsip-prinsip
pelayanan konseling yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan:
a.
Konseling
harus diarahkan untuk pengembangan konseli agar dapat membimbing diri sendiri
b.
Keputusan
akan diambil dan dilakukan oleh konseli atas kemauan konseli itu sendiri
c.
Permasalahan
konseli harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan
permasalahan yang dihadapi
d.
Adanya
Kerjasama antara konselor, guru, dan orang tua
e.
Pengembangan
program pelayanan konseling dilakukan dengan pemanfaatan yang maksimal dari
hasil pengukuran dan penilaian terhadap konseli itu sendiri.[1]
2.2
Asas-Asas
konseling
Menurut Arifin dan Ety Kartikawati (1995) dan Prayitno dan Erman
Amti (1999) asas-asas yang berkenaan dengan praktik atau pekerjaan bimbingan
dan konseling adalah :
1.
Asas
kerahasiaan
Perilaku konselor untuk menjaga rahasia segala informasi yang
disampaikan klien kepada konselor apapun yang sifatnya rahasia, konselor tidak
boleh menceritakannya kepada siapapun.
2.
Asas Kesukarelaan
Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar
kesukarelaan baik dari pihak pembimbing (konselor) maupun dari pihak klien
(siswa). Klien (siswa) diharapkan secara sukarela,tanpa terpaksa dan tanpa
ragu-ragu ataupun merasa terpaksa menyampaikan masalah yang dihadapi.
Sebaliknya konselor dalam memberikan bimbingan juga hendaknya jangan karena
terpakasa.
3.
Asas
Keterbukaan
Dalam proses bimbingan dan konseling sangat diperlukan suasana
keterbukaan baik dari pihak konselor maupun konseli (siswa). Asas ini tidak
kontradiktif dengan asas kerahasiaan karena keterbukaan yang dimaksud
menyangkut kesediaan menerima saran-saran dari luat dan kesediaan membuka diri
untuk kepentingan pemecahan masalah.
4.
Asas
Kekinian
Pelayanan bimbingan dan konseling harus berorientasi kepada masalah
yang sedang dirasakan klien (siswa) saat ini. Artinya masalah-masalah yang
ditanggulangi dalam proses bimbingan dan konseling adalah masalah-masalah yang
sedang dirasakan siswa; bukan masalah yang sudah lampau dan juga bukan masalah yang
mungkin akan dialami di masa yang akan datang.
Asas kekinian juga mengandung makna bahwa pembimbing atau konselor
tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan. Konselor hendaknya lebih
mementingkan kepentingan klien dari pada yang lain.
5.
Asas
Kemandirian
Kemandirian merupakan salah satu tujuan dari pelayanan bimbingan
dan konseling. Ciri-ciri kemandirian pada siswa yang telah dibimbing adalah :
(1) mengenal diri sendiri dan lingkungannya, (2) menerima diri sendiri dan
lingkungannya secara positif dan dinamis, (3) mampu mengambil keputusan untuk
diri sendiri, (4) mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu, (5) mewujudkan
diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuan-kemampuan yang
dimilikinya.
6.
Asas
Kegiatan
Pelayanan bimbingan dan konseling tidak akan memberikan hasil yang
berarti apabila Klien (siswa) tidak melakukan sendiri kegiatan untuk mencapai
tujuan bimbingan dan konseling. Guru pembimbing atau konselor harus dapat
membangkitkan semangat klien (siswa) sehingga ia mampu dan mau melaksanakan
kegiatan yang diperlukan dalam penyelesaian masalah yang menjadi pokok
pembicaraan dalam proses konseling.
7.
Asas
Kedinamisan
Usaha bimbingan
dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada individu (siswa) yang
dibimbing, yaitu perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.
8.
Asas
Keterpaduan
Individu
memiliki berbagai aspek kepribadian yang apabila keadaanya tidak seimbang,
tidak serasi, dan tidak terpadu, justru akan menimbulkan masalah. Oleh karena
itu usaha bimbingan dan konseling hendaklah memadukan berbagai aspek
kepribadian klien.
Asas
keterpaduan juga menuntut konselor memiliki wawasan yang luas tentang
perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber yang
dapat diaktifkan untuk menangani klien.
9.
Asas
Kenormatifan
Usaha
bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang
berlaku; baik norma agama, adat, hukum, atau negara, norma ilmu, maupun norma kebiasaan
sehari-hari.
10.
Asas
Keahlian
Pelayanan bimbingan dan konseling harus dilakukan oleh orang yang
memiliki keahlian (memiliki pengetahuan dan keterampilan) tentang bimbingan dan
konseling.
Asas kahlian juga mengacu kepada kualifikasi konselor seperti
pendidikan dan pengalaman. Selain itu mengetahui dan memahami dengan baik
teori-teori dan praktik bimbingan dan konseling.
11.
Asas
Alih Tangan (Referal)
Konselor sebagai manusia, diatas kelebihannya tetapi memiliki
keterbatasan kemampuan. Apabila konselor telah mengerahkan segenap tenaga dan
kemampuannya untuk memecahkan masalah klien, tetapi belum berhasil, maka
konselor yang bersangkutan harus memindahkan tanggung jawab pemberian bimbingan
dan konseling kepada pembimbing yang lebih mengetahui.
12.
Asas
Tut Wuri Handayani
Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak
hanya dirasakan adanya pada waktu siswa mengalami masalah. Bimbingan dan
konseling hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya sebelum dan sesudah siswa
menjalani layanan bimbingan dan konseling secara langsung.
Asas ini juga memberikan makna bahwa untuk bisa menjadi pemecah
masalah yang efektif dan bisa dicontoh oleh klien, pembimbing atau konselor
harus memulai dari diri sendiri.[2]
2.3
Bidang
Kajian Psikologi Konseling
Seperti pada ilmu-ilmu lain, Psikologi konseling juga memiliki
bidang kajian tertentu, sebagai berikut :
· Hakikat, tujuan, prinsip-prinsip, dan asas-asas konseling
· Karakteristik dan kompetensi konselor profesional
· Karakteristik konseli dan masalah-masalahnya
· Kondisi psikologis yang menunjang berlangsungnya proses konseling
· Hambatan-hambatan dalam proses konseling
· Teori-teori psikologi untuk ditetapkan kedalam pelayanan konseling
· Penggunaan teknologi dalam konseling[3]
2.4
Perbedaan
Psikologi Konseling dan Psikoterapi
Dalam perkembangan mutakhir, semakin sukar ditemukan pokok-pokok
perbedaan antara konseling dengan psikoterapi. Cara yang paling aman melacak
perbedaan antara keduanya adalah dengan menyortir dari beberapa segi relevan.
1.
Konseling
dan psikoterapi dapat dipandang berbeda lingkup pengertian antara keduanya.
Istilah “psikoterapi” mengandung arti ganda. Pada satu segi, ia menunjuk pada
sesuatu yang jelas, yaitu satu bentuk terapi psikologis. Tetapi pada lain segi,
ia menunjuk pada sekelompok terapi psikologis, yaitu suatu rentangan wawasan
luas tempat hipnotis pada satu titik dan konseling pada titik lainnya.
2.
Konseling
lebih berfokus pada konseren, ikhwal, masalah,
pengembangan-pendidikan-pencegahan. Sedangkan psikoterapi lebih
memfokuskan pada konseren atau masalah penyembuhan-penyesuaian –pengobatan.
3.
Konseling
dijalankan atas dasar (atau dijiwai oleh) falsafah atau pandangan terhadap
manusia, sedangkan psikoterapi dijalankan berdasarkan ilmu atau teori
kepribadian dan psikopatologi.
4.
Konseling
dan psikoterapi berbeda tujuan dan cara mencapai tujuan masing-masing. Menurut
S. Narayana Rao bahwa tujuan psikoterapi adalah mengatasi kelemahan-kelemahan
tertentu melalui beberapa cara psiktris,
mencangkup “pembedahan psikis” dan pembedahan otak. Sedangkan konseling
berurusan dengan identifikasi dan pengembangan kekuatan-kekuatan positif pada
individu.[4]
2.5
Hubungan
Psikologi Konseling Dengan Psikiatri
Psikiatris sulit dibedakan dari kekhususan konseling. Perbedaan
keduanya dapat dilihat dari dua aspek yaitu: pendidikan tenaga dan masalah
konseli.
Dilihat dari pendidikan tenaga psikiatris lebih ditekankan pada
pendidikan medis yang dibangun di lingkaran kedokteran, sedangkan konseling
lebih ditekankan pada pendidikan psikopedagogis artinya pendidikan untuk
menyiapkan tenaga konsleor yang mampu memberikan pelayanan psikologis dalam
suasana pedagogis pada setting persekolahan maupun luar sekolah, dalam konteks
kultural, nilai, dan religi yang diyakini konseli dan konselor.[5]
2.6
Hubungan
Psikologi Konseling dengan Sosiologi dan Antropologi
Psikologi konseling sebagai ilmu memiliki hubungan erat dengan
Sosiologi dan Antropologi. Hakekatnya manusia adalaj makhluk sosial yang
ditandai adanya hubungan antara manusia yang satu dan yang lainnya.
Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan banyak mempelajari tentang
perilaku manusia dilihat dalam kaitannya dengan kehidupan sosial. Sedangkan
psikologi konseling juga mempelajari perilaku konseli dalam hubungannya dengan
masalah-masalah hidupnya.sehingga di padukan dapat terjadi sentuhan objek yang
dikaji kedua disiplin ilmu tersebut.
Antropologi banyak bermain peran didalam mengkaji perilaku manusia
dalam hubungannya dengan kebudayaan. Antropologi berusaha menyusun generalisasi
yang bermanfaat tentang manusia dan prilakunya, dan untuk memperoleh pengertian
yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.[6]
2.7
Metode
pengembangan psikologi konseling
Psikologi konseling sebagai ilmu pengetahuan sangat diperlukan
konselor untuk mengendalikan layanan konselingnya kepada konseli. Oleh karena
itu, keberadaan psikologi konseling harus dikembangkan sedemikian rupa sejalan
dengan dinamika psikososial konseli sebagai individu yang memiliki keunikan dan
sebagai anggota masyarakat.
Metode pengembangan psikologi konseling dapat dibedakan menjadi dua
bagian besar yaitu, metode longitudinal dan metode cross-sectional.
1.
Metode
longitudinal
Metode longitudinal merupakan metode pengembangan yang dilakukan
dalam kurun waktu relatif lama untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan.
Dilihat dari aspek perjalanan perkembangan, metode ini digunakan untuk
mengembangkan psikologi konseling secara mendalam (vertikal). Misalnya,
menerapkan teori konseling seperti gestlat, cognitive, berhavioral therapy,
interaksional, atau transkasional untuk membantu konseli yang menderita
depresi.
2.
Metode
Cross-Sectional
Metode cross-sectional merupakan metode pengembangan yang tidak
membutuhkan waktu terlalu lama, ini berbeda dengan metode longitudinal. Metode
ini digunakan untuk mengembangkan psikologi konseling secara horizontal.
Bila dilakukan dengan noeksperimen, peneliti tidak memberikan
tratment atau pemberian perlakuan, tapi ia cukup mengumpulkan data-data secara
teliti dari beberapa konseli dengan menggunakan metode-metode tertentu dan
hasilnya dianalisis serta diinterprentasi secara objektif. Metode yang dapat
digunakan yaitu metode: intropeksi, ekstropeksi, kuesioner, intervidus,
dokumentasi, sosiometri, biografi, kelompok, dan testing.[7]
2.8
Karakteristik
dan Kompetensi Konselor Profesional
Konselor sebagai tenaga profesional dalam bidang bimbingan dan
konseling merupakan tenaga khusus yang memiliki karakteristik atau ciri-ciri
sebagai berikut:
1.
Karakteristrik
kepribadian
Karakteristrik kepribadian konselor dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu karakteristik umum dan khusus. Karakteristik umum berkaitan dengan
kedudukan kenselor sebagai tenaga pendidik. Sedangkan khusus berhubungan dengan
kualitas pribadi yang dapat memperlancar perannya sebagai helper
A.
Karakteristik
umum
a.
Beriman
dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa
b.
Berpandangan
positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral,
individual, dan sosial.
c.
Menghargai
harkat dan martabat manusia dan hak asasinya, serta bersikap demokratis.
d.
Menampilkan
nilai, norma, moral yang berlaku dan berakhlak mulia
e.
Menampilkan
integritas dan stabilitas kepribadian dan kematangan emosional
f.
Cerdas,
kreatif, mandiri, dan berpengalaman menarik.
B.
Karakteristik
Khusus
a.
Memiliki
cara sendiri.
b.
Memiliki
kehormatan diri dan apresiasi diri.
c.
Mempunyai
kekuatan yang utuh, mengenal dan menerima kemampuan sendiri
d.
Terbuka
terhadap perubahan dan mau mengambil resiko yang lebih besar.
e.
Terlibat
dalam proses-proses pengembangan kesadaran tentang diri dan konseli
f.
Memiliki
kesanggupan untuk menerima dan memberikan toleransi terhadap ketidakmenetuan
g.
Memiliki
identitas diri
h.
Mempunyai
rasa empati yang tidak posesif
i.
Hidup
(eksistensi)
j.
Autentik,
nyata, sejalan, jujur, dan bijak
k.
Memberi
dan menerima kasih sayang
l.
Hidup
pada masa kini
m.
Dapat
berbuat salah dan mau mengakui kesalahan
n.
Dapat
terlibat secara mendalam dengan pekerjaan-pekerjaan dan kegiatan-kegiatan
kreatif, menyerap makna yang kaya dalam hidup melalui kegiatan-kegiatan
2.
Karakteristik
Pengetahuan
Konselor adalah tenaga ahli dalam bidang pendidikan dan psikologis.
Ia memiliki pengetahuan luas tentang teori-teori psikologi, konseling, dan
pendidikan, sehingga dapat mengembangkam dam menerapkannya dalam pelayanan
konseling kepada konseli.
Dari aspek teori konseling, konselor memiliki pemahaman yang luas
tentang model-model konseling yang bisa dimasukkan dalam 3 kategori. Kategori
pertama adalah pendekatan psikodinamika yang berlandaskan terutama pada
pemahaman, kategori kedua adalah terapi yang berorientasi pada tingkah laku,
rasional kognitif dan tindakan, kategori ketiga yaitu terapi –terapi yang
berorientasi eksperiensial dan relasi yang berdasarkan psikologi humanistik
3.
Karakteristik
keterampilan
Seorang konselor harus memiliki keterampilan (skill) yang memadai
dalam memberikan pelayanan konseling. Keterampilan konselor meliputi:
a.
Keterampilan
dalam menciptakan dan membina hubungan konseling kepada konseli (helping
relationships).
b.
Keterampilan
dalam menerapkan wawancara. Wawancara yang harus dikuasai oleh konselor:
keterampilan penampilan, keterampilan membuka percakapan, keterampilan membuat
parapharasing, keterampilan mengidentifikasi perasaan, keterampilan merefleksi
perasaan, keterampilan konforntasi, keterampilan memberi informasi,
keterampilan memimpin, keterampilan menginterpretasi, keterampilan membuat
ringkasan
4.
Karakteristik
pengalaman
Menjadi konselor profesional harus memiliki pengalaman kerja yang
cukup dalam menjalankan praktik konseling baik setting sekolah maupun di luar
sekolah[8]
2.9
Karakteristik
khusus konselor
Karakteristik khusus konselor diantaranya :
1.
Memiliki
cara-cara tersendiri, konselor selalu berada dalam proses perkembangan gaya
yang khas
2.
Memiliki
kehormatan diri dan apresiasi diri
3.
Mempunyai
kekuatan yang utuh, mengenal dan menerima kemampuan sendiri
4.
Terbuka
terhadap perubahan dan mau mengambil resiko yang lebih besar
5.
Terlibat
dalam proses-proses perkembangan kesadaran tentang diri dan konseli
6.
Memiliki
kesanggupan untuk menerima dan memberikan toleransi terhadap ketidakmenentuanl
7.
Memiliki
identitas diri
8.
Memiliki
rasa empati yang tidak posesif
9.
Hidup
10.
Autentik,
nyata, sejalan, jujur, dan bijak
11.
Memberi
dan menerima kasih sayang
12.
Hidup
pada masa kini
13.
Dapat
berbuat salah dan mengakui kesalahannya
14.
Dapat
terlibat secara mendalam dengan perkerjaan dan kegiatan kreatif, menyerap makna
yang kaya dalam hidup melalui kegiatan
2.10 Karakteristik Pengetahuan
Dari aspek teori konseling, konselor memiliki pemahaman yang luas
tentang model-model konseling yang bisa dimasukkan dalam 3 kategori. Kategori
pertama adalah pendekatan psikodinamika yang berlandaskan terutama pada
pemahaman, kategori kedua adalah terapi yang berorientasi pada tingkah laku,
rasional kognitif dan tindakan, kategori ketiga yaitu terapi –terapi yang berorientasi
eksperiensial dan relasi yang berdasarkan psikologi humanistik, meliputi terapi
eksistensial, terapi client-centered, dan terapi gestalt.
Dari aspek pendidikan pedagogis, konselor mempunyai pengetahuan dan
pemahaman luas tentang: (1) hubungan pendidikan, kewibawaan, kasih sayang,
tegas, keterladanan; (2) kaidah-kaidah belajar, temasuk perinsip, suasana dan
proses pembelajaran; (3) alat-alat pembelajaran, termasuk kurikulum, teknologi,
media, sumber dan lingkungan belajar.[9]
2.11 Karakteristik Keterampilan dan Pengalaman
Keterampilan konselor meliputi:
a.
Keterampilan
dalam menciptakan dan membina hubungan konseling kepada konseli (helping
relationships).
b.
Keterampilan
dalam menerapkan wawancara. Wawancara yang harus dikuasai oleh konselor:
keterampilan penampilan, keterampilan membuka percakapan, keterampilan membuat
parapharasing, keterampilan mengidentifikasi perasaan, keterampilan merefleksi
perasaan, keterampilan konforntasi, keterampilan memberi informasi,
keterampilan memimpin, keterampilan menginterpretasi, keterampilan membuat
ringkasan
Menjadi konselor profesional harus memiliki pengalaman kerja yang
cukup dalam menjalankan praktik konseling baik setting sekolah maupun di luar
sekolah[10]
2.12 Kompetensi Inti Konselor
Kompetensi Inti Konselor adalah seperangkat pengetahuan, sikap dam
keterampilan bersama yang dikuasai konselor dalam setting manapun. Setiap
setting bimbingan dan konseling menghendaki kompetensi khusus yang harus
dikuasai konselor untuk memberikan pelayanan dalam setting tersebut.
Kompetensi konselor merujuk pada penguasaan konsep, penghayatan dan
perwujudan nilai serta penampilan pribadi yang membantu kerja profesional yang
akuntabel
2.13 Kompetensi Yang Harus Dimiliki Seorang Konselor
Tedapat 4 kompetensi yang harus dimiliki seorang konselor adalah
sebagai berikut:
1.
Kompetensi
Pedagogis
2.
Kompetensi
Kepribadian
3.
Kompetensi
Sosial
4.
Kompetensi
profesional
2.14 Macam-macam Kondisi Psikologi yang Menunjang Proses Konseling
Kondisi psikologi adalah keadaan, situasi yang bersifat kejiwaan.
Konseling adalah merupakan profesi bantuan yang diberikan oleh konselor kepada
konseli yang berlangsung dalam suatu kondisi psikologis yang diciptakan
bersama. Kondisi ini mempengaruhi proses dan hasil konseling
Macam-macam yang menunjang kondisi psikologis dalam konseling :
1.
Keamana
dan kebebasan psikologis
2.
Ketulusan
dan kejujuran konselor
3.
Kehangatan
dan penuh penerimaan
4.
Perasaan
konselor yang berempati
5.
Perasaan
konselor yang menyenangkan
6.
Perasaan
mencapai prestasi
7.
Membangun
harapan konseli
8.
Memiliki
ketenangan[11]
2.15 Teori-Teori Psikologi Konseling
1.
Teori
Psikoanalisis (Sigmund Freud)
Istilah psikoanalisis mempunya arti
3 penting (a) teori tentang kepribadian dan psikopatologi; (2) metode terapi
untuk ganguan kepribadian; (3) teknik untuk menginvestigasi pemikiran dan perasaan
individu yang tidak disadari
Sistem kepribadian manusia terdiri
dari 3, yaitu:
1.
Id (aspek Biologis), Id merupakan sistem kepribadian yang sangat
orisinal
2.
Ego (aspek psikologis), Ego selalu berhubungan dengan dunia nyata
3.
SuperEgo
(aspek moralitas), Superego memiliki kode moral dan pertimbangan
hukum
Tujuan umum
dari psokoanalisis adalah mengembalikan fungsi ego agar dapat lebih kuat, atau
membuat hal-hal yang tidak disadari oleh konseli menjadi hal yang disadari
sepenuhnya.
Beberapa teknik
yang digunakan dalam terapi psikoanalisis sebagai berikut:
1.
Penafsiran
2.
Analisis
mimpi
3.
Asosiasi
bebas
2.
Teori
Behavioristik
Pada dasarnya, aliran ini mencoba
untuk mengilmiahkan semua perilaku manusia (dapat diamati), sehingga dapat dilakukan
penilaian secara objektif. Operant Conditioning (B.F.Skinner) aliran ini
berpendapat perilaku manusia sebagai hasil dari pengkodisian lingkungan yang
ada.
Tujuan konseling dalam terapi
Behavioristik adalah untuk mengubah atau menghapus perilaku dengan cara belajar
perilaku baru yang lebih dikehendaki.
Teknik konseling yang digunakan
dalam pendekatan Behavioristik:
1.
Self-Management
2.
Disensitisasi
Sistematik
3.
Latihan
Asertif
4.
Memberi
Contoh (Modeling)
3.
Rational
Emotive Therapy
RET merupakan gabungan dari teori
humanistik, filosofi dan behavioral. Pendekatan RAT lebih diorientasikan pada
kognisi, perilaku dan aksi yang lebih mengutamakan berfikir, menilai,
menentukan, menganalisis dan melakukan sesuatu
Tujuan konseling Terapi RAT yaitu
untuk mendemonstrasikan kepada konseli bahwa verbalisasi diri merupakan sumber
ganguan emosi, menunjukan pada klien bahwa verbalisasi diri adalah tidak logis
dan tidak rasional, mengeluarkan pemikiran sehingga verbalisasi diri dapat
lebih logis dan efisen dan tidak berhubungan dengan emosi negatif dan perilaku
kekalahan diri.
Teknik konseling yang digunakan
dalam terapi RAT yaitu:
1.
Terapi
Kognitif
2.
Humor
3.
Teknik
Emotif
4.
Teori
Humanistik
Aliran humanistik beranggapan bahwa
manusia mempunyai sifat dasat yang baik. Peryataan tersebut mengandung makana
bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk terus berkembang, mengarahkan diri,
kreatif, dan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, penuh kesadaran dan
kebebasan.[12]
DAFTAR PUSTAKA
Hartono dan Soedarmadji Boy. 2012. Psikologi Konseling edisi
revisi. Jakarta: Kencana Perdana Media Group.
Mappiare andi. 2006. Pengantar Konseling dan Psikoterapi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Tohirin. 2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah
(berbasis Integrasi). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
[1] Hartono dan Boy
Soedarmadji, Psikologi Konseling edisi revisi, KENCANA, Jakarta, 2012,
hlm. 37.
[2] Tohirin, Bimbingan
dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (berbasis Integrasi), hlm. 80
[3] Hartono dan Boy
Soedarmadji, Psikologi Konseling edisi revisi, hlm. 4
[4] Andi Mappiare, Pengantar Konseling dan Psikoterapi, hlm. 20
[5] Hartono dan Boy
Soedarmadji, Psikologi Konseling edisi revisi, hlm. 21
[6] Hartono dan Boy
Soedarmadji, Psikologi Konseling edisi revisi, hlm. 5
[7] Hartono dan Boy
Soedarmadji, Psikologi Konseling edisi revisi, hlm. 6
[8] Hartono dan Boy
Soedarmadji, Psikologi Konseling edisi revisi, hlm. 51
[9] Hartono dan Boy
Soedarmadji, Psikologi Konseling edisi revisi, hlm. 56
[10] Hartono dan Boy
Soedarmadji, Psikologi Konseling edisi revisi, hlm. 57-65
[11] Hartono dan Boy
Soedarmadji, Psikologi Konseling edisi revisi, hlm. 93
[12] Hartono dan Boy
Soedarmadji, Psikologi Konseling edisi revisi, hlm. 104-143
Tidak ada komentar:
Posting Komentar