Pengikut

Minggu, 13 Mei 2018

PSIKOLOGI KONSELING


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Psikologi adalah salah satu bidang ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang mempelajari mengenai perilaku, fungsi mental, dan proses mental manusia secara ilmiah. Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli/konselor kepada konseli yang mengalami suatu maslaah. Jadi, psikologi konseling adalah suatu kegiatan yang dibangun melalui adanya interakasi antara klien dengan konselor untuk mengidentifikasi nilai, perasaan, pengalaman, harapan, serta masalah yang dihadapai klien.
Didalam makalah ini akan disajikan tentang bidang kajian dari psikologi konseling, prinsip-prinsip dan asas-asas konseling, perberdaan psiokologi konseling dan psikoterapi, hubungan psikologi konseling dengan psikiatri dan sosiologi dan antropologi, metode pengembangan psikologi konseling, karakteristik dan kompetensi yang harus dimiliki konselor profesional, karakteristik khusus dari konselor, apa itu karakteristik pengetahuan, keterampilan dan pengalaman, kompetensi ini dari seorang konselor, kompetensi yang harus dimiliki konselor, macam-macam kondisi psikologi yang menunjang proses konseling, dan teori-teori psikologi dalam konseling.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Prinsip-Prinsip yang Harus Diperhatikan Konselor Dalam Pelayanan Konseling
Dalam pelayanan konseling, Prinsip adalah kaidah atau ketentuan yang harus diperhatikan oleh konselor dalam memberikan pelayanan konseling pada konseli. Prayitno, dkk (1997) menyatakan bahwa prinsip-prinsip pelayanan bimbingan dan konseling mencakup empat kelompok yaitu: (1) prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran pelayanan, (2) prinsip-prinsip yang berkenaan dengan permasalahan konseli, (3) prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan, dan (4) prinsip-prinsip yang berkenaan dengna tujuan dan pelaksanaan pelayanan.
Dari pendapat diatas, maka pelayanaan konseling juga didasarkan pada empat kelompok prinsip tersebut.
1.      Prinsip-prinsip pelayanan konseling yang berkenaan dengan sasaran pelayanan :
a.       Konseling diberikan kepada semua individu
b.      Konseling berurusan dengan pribadi dan tingkah laku
c.       Konseling memperhatikan tahap dan berbagai aspek perkembangan
d.      Konseling memperhatikan perbedaan konseli
2.      Prinsip-prinsip pelayanan konseling ang berkenaan dengan permasalahan konseli:
a.       Konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental/fisik konseli terhadap penyesuaian diri klien, atau pengaruh lingkungan terhadap kondisi mental/fisik konseli.
b.      Kesenjangan sosial, ekonomi dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya masalah konseli
3.      Prinsip-prinsip pelayanan konseling yang berkenaan dengan program pelayanaan:
a.       Konseling merupakan bagian integral dari upayah pendidikan dan pengembangan konseli
b.      Program konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan konseli, masyarakat, dan kondisi lembaga.
c.       Program konseling di lembaga pendidikan, disusun secara berkelanjutan
d.      Terhadap Isi program perlu dinilai dengan teratur dan terarah
4.      Prinsip-prinsip pelayanan konseling yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan:
a.       Konseling harus diarahkan untuk pengembangan konseli agar dapat membimbing diri sendiri
b.      Keputusan akan diambil dan dilakukan oleh konseli atas kemauan konseli itu sendiri
c.       Permasalahan konseli harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi
d.      Adanya Kerjasama antara konselor, guru, dan orang tua
e.       Pengembangan program pelayanan konseling dilakukan dengan pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap konseli itu sendiri.[1]

2.2    Asas-Asas konseling
Menurut Arifin dan Ety Kartikawati (1995) dan Prayitno dan Erman Amti (1999) asas-asas yang berkenaan dengan praktik atau pekerjaan bimbingan dan konseling adalah :
1.      Asas kerahasiaan
Perilaku konselor untuk menjaga rahasia segala informasi yang disampaikan klien kepada konselor apapun yang sifatnya rahasia, konselor tidak boleh menceritakannya kepada siapapun.
2.       Asas Kesukarelaan
Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan baik dari pihak pembimbing (konselor) maupun dari pihak klien (siswa). Klien (siswa) diharapkan secara sukarela,tanpa terpaksa dan tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa menyampaikan masalah yang dihadapi. Sebaliknya konselor dalam memberikan bimbingan juga hendaknya jangan karena terpakasa.
3.      Asas Keterbukaan
Dalam proses bimbingan dan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan baik dari pihak konselor maupun konseli (siswa). Asas ini tidak kontradiktif dengan asas kerahasiaan karena keterbukaan yang dimaksud menyangkut kesediaan menerima saran-saran dari luat dan kesediaan membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah.
4.      Asas Kekinian
Pelayanan bimbingan dan konseling harus berorientasi kepada masalah yang sedang dirasakan klien (siswa) saat ini. Artinya masalah-masalah yang ditanggulangi dalam proses bimbingan dan konseling adalah masalah-masalah yang sedang dirasakan siswa; bukan masalah yang sudah lampau dan juga bukan masalah yang mungkin akan dialami di masa yang akan datang.
Asas kekinian juga mengandung makna bahwa pembimbing atau konselor tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan. Konselor hendaknya lebih mementingkan kepentingan klien dari pada yang lain.
5.      Asas Kemandirian
Kemandirian merupakan salah satu tujuan dari pelayanan bimbingan dan konseling. Ciri-ciri kemandirian pada siswa yang telah dibimbing adalah : (1) mengenal diri sendiri dan lingkungannya, (2) menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis, (3) mampu mengambil keputusan untuk diri sendiri, (4) mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu, (5) mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya.
6.      Asas Kegiatan
Pelayanan bimbingan dan konseling tidak akan memberikan hasil yang berarti apabila Klien (siswa) tidak melakukan sendiri kegiatan untuk mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Guru pembimbing atau konselor harus dapat membangkitkan semangat klien (siswa) sehingga ia mampu dan mau melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam penyelesaian masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam proses konseling.
7.      Asas Kedinamisan
Usaha bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada individu (siswa) yang dibimbing, yaitu perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.
8.      Asas Keterpaduan
Individu memiliki berbagai aspek kepribadian yang apabila keadaanya tidak seimbang, tidak serasi, dan tidak terpadu, justru akan menimbulkan masalah. Oleh karena itu usaha bimbingan dan konseling hendaklah memadukan berbagai aspek kepribadian klien.
Asas keterpaduan juga menuntut konselor memiliki wawasan yang luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani klien.
9.      Asas Kenormatifan
Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku; baik norma agama, adat, hukum, atau negara, norma ilmu, maupun norma kebiasaan sehari-hari.
10.  Asas Keahlian
Pelayanan bimbingan dan konseling harus dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian (memiliki pengetahuan dan keterampilan) tentang bimbingan dan konseling.
Asas kahlian juga mengacu kepada kualifikasi konselor seperti pendidikan dan pengalaman. Selain itu mengetahui dan memahami dengan baik teori-teori dan praktik bimbingan dan konseling.
11.  Asas Alih Tangan (Referal)
Konselor sebagai manusia, diatas kelebihannya tetapi memiliki keterbatasan kemampuan. Apabila konselor telah mengerahkan segenap tenaga dan kemampuannya untuk memecahkan masalah klien, tetapi belum berhasil, maka konselor yang bersangkutan harus memindahkan tanggung jawab pemberian bimbingan dan konseling kepada pembimbing yang lebih mengetahui.
12.  Asas Tut Wuri Handayani
Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan adanya pada waktu siswa mengalami masalah. Bimbingan dan konseling hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya sebelum dan sesudah siswa menjalani layanan bimbingan dan konseling secara langsung.
Asas ini juga memberikan makna bahwa untuk bisa menjadi pemecah masalah yang efektif dan bisa dicontoh oleh klien, pembimbing atau konselor harus memulai dari diri sendiri.[2]

2.3    Bidang Kajian Psikologi Konseling
Seperti pada ilmu-ilmu lain, Psikologi konseling juga memiliki bidang kajian tertentu, sebagai berikut :
·      Hakikat, tujuan, prinsip-prinsip, dan asas-asas konseling
·      Karakteristik dan kompetensi konselor profesional
·      Karakteristik konseli dan masalah-masalahnya
·      Kondisi psikologis yang menunjang berlangsungnya proses konseling
·      Hambatan-hambatan dalam proses konseling
·      Teori-teori psikologi untuk ditetapkan kedalam pelayanan konseling
·      Penggunaan teknologi dalam konseling[3]

2.4    Perbedaan Psikologi Konseling dan Psikoterapi
Dalam perkembangan mutakhir, semakin sukar ditemukan pokok-pokok perbedaan antara konseling dengan psikoterapi. Cara yang paling aman melacak perbedaan antara keduanya adalah dengan menyortir dari beberapa segi relevan.
1.      Konseling dan psikoterapi dapat dipandang berbeda lingkup pengertian antara keduanya. Istilah “psikoterapi” mengandung arti ganda. Pada satu segi, ia menunjuk pada sesuatu yang jelas, yaitu satu bentuk terapi psikologis. Tetapi pada lain segi, ia menunjuk pada sekelompok terapi psikologis, yaitu suatu rentangan wawasan luas tempat hipnotis pada satu titik dan konseling pada titik lainnya.
2.      Konseling lebih berfokus pada konseren, ikhwal, masalah,  pengembangan-pendidikan-pencegahan. Sedangkan psikoterapi lebih memfokuskan pada konseren atau masalah penyembuhan-penyesuaian –pengobatan.
3.      Konseling dijalankan atas dasar (atau dijiwai oleh) falsafah atau pandangan terhadap manusia, sedangkan psikoterapi dijalankan berdasarkan ilmu atau teori kepribadian dan psikopatologi.
4.      Konseling dan psikoterapi berbeda tujuan dan cara mencapai tujuan masing-masing. Menurut S. Narayana Rao bahwa tujuan psikoterapi adalah mengatasi kelemahan-kelemahan tertentu melalui beberapa cara psiktris,  mencangkup “pembedahan psikis” dan pembedahan otak. Sedangkan konseling berurusan dengan identifikasi dan pengembangan kekuatan-kekuatan positif pada individu.[4]

2.5    Hubungan Psikologi Konseling Dengan Psikiatri
Psikiatris sulit dibedakan dari kekhususan konseling. Perbedaan keduanya dapat dilihat dari dua aspek yaitu: pendidikan tenaga dan masalah konseli.
Dilihat dari pendidikan tenaga psikiatris lebih ditekankan pada pendidikan medis yang dibangun di lingkaran kedokteran, sedangkan konseling lebih ditekankan pada pendidikan psikopedagogis artinya pendidikan untuk menyiapkan tenaga konsleor yang mampu memberikan pelayanan psikologis dalam suasana pedagogis pada setting persekolahan maupun luar sekolah, dalam konteks kultural, nilai, dan religi yang diyakini konseli dan konselor.[5]




2.6    Hubungan Psikologi Konseling dengan Sosiologi dan Antropologi
Psikologi konseling sebagai ilmu memiliki hubungan erat dengan Sosiologi dan Antropologi. Hakekatnya manusia adalaj makhluk sosial yang ditandai adanya hubungan antara manusia yang satu dan yang lainnya.
Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan banyak mempelajari tentang perilaku manusia dilihat dalam kaitannya dengan kehidupan sosial. Sedangkan psikologi konseling juga mempelajari perilaku konseli dalam hubungannya dengan masalah-masalah hidupnya.sehingga di padukan dapat terjadi sentuhan objek yang dikaji kedua disiplin ilmu tersebut.
Antropologi banyak bermain peran didalam mengkaji perilaku manusia dalam hubungannya dengan kebudayaan. Antropologi berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan prilakunya, dan untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.[6]

2.7    Metode pengembangan psikologi konseling
Psikologi konseling sebagai ilmu pengetahuan sangat diperlukan konselor untuk mengendalikan layanan konselingnya kepada konseli. Oleh karena itu, keberadaan psikologi konseling harus dikembangkan sedemikian rupa sejalan dengan dinamika psikososial konseli sebagai individu yang memiliki keunikan dan sebagai anggota masyarakat.
Metode pengembangan psikologi konseling dapat dibedakan menjadi dua bagian besar yaitu, metode longitudinal dan metode cross-sectional.
1.      Metode longitudinal
Metode longitudinal merupakan metode pengembangan yang dilakukan dalam kurun waktu relatif lama untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan. Dilihat dari aspek perjalanan perkembangan, metode ini digunakan untuk mengembangkan psikologi konseling secara mendalam (vertikal). Misalnya, menerapkan teori konseling seperti gestlat, cognitive, berhavioral therapy, interaksional, atau transkasional untuk membantu konseli yang menderita depresi.
2.      Metode Cross-Sectional
Metode cross-sectional merupakan metode pengembangan yang tidak membutuhkan waktu terlalu lama, ini berbeda dengan metode longitudinal. Metode ini digunakan untuk mengembangkan psikologi konseling secara horizontal.
Bila dilakukan dengan noeksperimen, peneliti tidak memberikan tratment atau pemberian perlakuan, tapi ia cukup mengumpulkan data-data secara teliti dari beberapa konseli dengan menggunakan metode-metode tertentu dan hasilnya dianalisis serta diinterprentasi secara objektif. Metode yang dapat digunakan yaitu metode: intropeksi, ekstropeksi, kuesioner, intervidus, dokumentasi, sosiometri, biografi, kelompok, dan testing.[7]

2.8    Karakteristik dan Kompetensi Konselor Profesional
Konselor sebagai tenaga profesional dalam bidang bimbingan dan konseling merupakan tenaga khusus yang memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Karakteristrik kepribadian
Karakteristrik kepribadian konselor dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu karakteristik umum dan khusus. Karakteristik umum berkaitan dengan kedudukan kenselor sebagai tenaga pendidik. Sedangkan khusus berhubungan dengan kualitas pribadi yang dapat memperlancar perannya sebagai helper
A.    Karakteristik umum
a.       Beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa
b.      Berpandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, individual, dan sosial.
c.       Menghargai harkat dan martabat manusia dan hak asasinya, serta bersikap demokratis.
d.      Menampilkan nilai, norma, moral yang berlaku dan berakhlak mulia
e.       Menampilkan integritas dan stabilitas kepribadian dan kematangan emosional
f.       Cerdas, kreatif, mandiri, dan berpengalaman menarik.
B.     Karakteristik Khusus
a.       Memiliki cara sendiri.
b.      Memiliki kehormatan diri dan apresiasi diri.
c.       Mempunyai kekuatan yang utuh, mengenal dan menerima kemampuan sendiri
d.      Terbuka terhadap perubahan dan mau mengambil resiko yang lebih besar.
e.       Terlibat dalam proses-proses pengembangan kesadaran tentang diri dan konseli
f.       Memiliki kesanggupan untuk menerima dan memberikan toleransi terhadap ketidakmenetuan
g.      Memiliki identitas diri
h.      Mempunyai rasa empati yang tidak posesif
i.        Hidup (eksistensi)
j.        Autentik, nyata, sejalan, jujur, dan bijak
k.      Memberi dan menerima kasih sayang
l.        Hidup pada masa kini
m.    Dapat berbuat salah dan mau mengakui kesalahan
n.      Dapat terlibat secara mendalam dengan pekerjaan-pekerjaan dan kegiatan-kegiatan kreatif, menyerap makna yang kaya dalam hidup melalui kegiatan-kegiatan

2.      Karakteristik Pengetahuan
Konselor adalah tenaga ahli dalam bidang pendidikan dan psikologis. Ia memiliki pengetahuan luas tentang teori-teori psikologi, konseling, dan pendidikan, sehingga dapat mengembangkam dam menerapkannya dalam pelayanan konseling kepada konseli.
Dari aspek teori konseling, konselor memiliki pemahaman yang luas tentang model-model konseling yang bisa dimasukkan dalam 3 kategori. Kategori pertama adalah pendekatan psikodinamika yang berlandaskan terutama pada pemahaman, kategori kedua adalah terapi yang berorientasi pada tingkah laku, rasional kognitif dan tindakan, kategori ketiga yaitu terapi –terapi yang berorientasi eksperiensial dan relasi yang berdasarkan psikologi humanistik

3.      Karakteristik keterampilan
Seorang konselor harus memiliki keterampilan (skill) yang memadai dalam memberikan pelayanan konseling. Keterampilan konselor meliputi:
a.       Keterampilan dalam menciptakan dan membina hubungan konseling kepada konseli (helping relationships).
b.      Keterampilan dalam menerapkan wawancara. Wawancara yang harus dikuasai oleh konselor: keterampilan penampilan, keterampilan membuka percakapan, keterampilan membuat parapharasing, keterampilan mengidentifikasi perasaan, keterampilan merefleksi perasaan, keterampilan konforntasi, keterampilan memberi informasi, keterampilan memimpin, keterampilan menginterpretasi, keterampilan membuat ringkasan

4.      Karakteristik pengalaman
Menjadi konselor profesional harus memiliki pengalaman kerja yang cukup dalam menjalankan praktik konseling baik setting sekolah maupun di luar sekolah[8]

2.9    Karakteristik khusus konselor
Karakteristik khusus konselor diantaranya :
1.      Memiliki cara-cara tersendiri, konselor selalu berada dalam proses perkembangan gaya yang khas
2.      Memiliki kehormatan diri dan apresiasi diri
3.      Mempunyai kekuatan yang utuh, mengenal dan menerima kemampuan sendiri
4.      Terbuka terhadap perubahan dan mau mengambil resiko yang lebih besar
5.      Terlibat dalam proses-proses perkembangan kesadaran tentang diri dan konseli
6.      Memiliki kesanggupan untuk menerima dan memberikan toleransi terhadap ketidakmenentuanl
7.      Memiliki identitas diri
8.      Memiliki rasa empati yang tidak posesif
9.      Hidup
10.  Autentik, nyata, sejalan, jujur, dan bijak
11.  Memberi dan menerima kasih sayang
12.  Hidup pada masa kini
13.  Dapat berbuat salah dan mengakui kesalahannya
14.  Dapat terlibat secara mendalam dengan perkerjaan dan kegiatan kreatif, menyerap makna yang kaya dalam hidup melalui kegiatan

2.10 Karakteristik Pengetahuan
Dari aspek teori konseling, konselor memiliki pemahaman yang luas tentang model-model konseling yang bisa dimasukkan dalam 3 kategori. Kategori pertama adalah pendekatan psikodinamika yang berlandaskan terutama pada pemahaman, kategori kedua adalah terapi yang berorientasi pada tingkah laku, rasional kognitif dan tindakan, kategori ketiga yaitu terapi –terapi yang berorientasi eksperiensial dan relasi yang berdasarkan psikologi humanistik, meliputi terapi eksistensial, terapi client-centered, dan terapi gestalt.
Dari aspek pendidikan pedagogis, konselor mempunyai pengetahuan dan pemahaman luas tentang: (1) hubungan pendidikan, kewibawaan, kasih sayang, tegas, keterladanan; (2) kaidah-kaidah belajar, temasuk perinsip, suasana dan proses pembelajaran; (3) alat-alat pembelajaran, termasuk kurikulum, teknologi, media, sumber dan lingkungan belajar.[9]

2.11 Karakteristik Keterampilan dan Pengalaman
Keterampilan konselor meliputi:
a.       Keterampilan dalam menciptakan dan membina hubungan konseling kepada konseli (helping relationships).
b.      Keterampilan dalam menerapkan wawancara. Wawancara yang harus dikuasai oleh konselor: keterampilan penampilan, keterampilan membuka percakapan, keterampilan membuat parapharasing, keterampilan mengidentifikasi perasaan, keterampilan merefleksi perasaan, keterampilan konforntasi, keterampilan memberi informasi, keterampilan memimpin, keterampilan menginterpretasi, keterampilan membuat ringkasan
Menjadi konselor profesional harus memiliki pengalaman kerja yang cukup dalam menjalankan praktik konseling baik setting sekolah maupun di luar sekolah[10]

2.12 Kompetensi Inti Konselor
Kompetensi Inti Konselor adalah seperangkat pengetahuan, sikap dam keterampilan bersama yang dikuasai konselor dalam setting manapun. Setiap setting bimbingan dan konseling menghendaki kompetensi khusus yang harus dikuasai konselor untuk memberikan pelayanan dalam setting tersebut.
Kompetensi konselor merujuk pada penguasaan konsep, penghayatan dan perwujudan nilai serta penampilan pribadi yang membantu kerja profesional yang akuntabel

2.13 Kompetensi Yang Harus Dimiliki Seorang Konselor
Tedapat 4 kompetensi yang harus dimiliki seorang konselor adalah sebagai berikut:
1.      Kompetensi Pedagogis
2.      Kompetensi Kepribadian
3.      Kompetensi Sosial
4.      Kompetensi profesional
2.14 Macam-macam Kondisi Psikologi yang Menunjang Proses Konseling
Kondisi psikologi adalah keadaan, situasi yang bersifat kejiwaan. Konseling adalah merupakan profesi bantuan yang diberikan oleh konselor kepada konseli yang berlangsung dalam suatu kondisi psikologis yang diciptakan bersama. Kondisi ini mempengaruhi proses dan hasil konseling
Macam-macam yang menunjang kondisi psikologis dalam konseling :
1.      Keamana dan kebebasan psikologis
2.      Ketulusan dan kejujuran konselor
3.      Kehangatan dan penuh penerimaan
4.      Perasaan konselor yang berempati
5.      Perasaan konselor yang menyenangkan
6.      Perasaan mencapai prestasi
7.      Membangun harapan konseli
8.      Memiliki ketenangan[11]

2.15 Teori-Teori Psikologi Konseling
1.      Teori Psikoanalisis (Sigmund Freud)
Istilah psikoanalisis mempunya arti 3 penting (a) teori tentang kepribadian dan psikopatologi; (2) metode terapi untuk ganguan kepribadian; (3) teknik untuk menginvestigasi pemikiran dan perasaan individu yang tidak disadari
Sistem kepribadian manusia terdiri dari 3, yaitu:
1.   Id (aspek Biologis), Id merupakan sistem kepribadian yang sangat orisinal
2.   Ego (aspek psikologis), Ego selalu berhubungan dengan dunia nyata
3.   SuperEgo (aspek moralitas), Superego memiliki kode moral dan pertimbangan hukum
Tujuan umum dari psokoanalisis adalah mengembalikan fungsi ego agar dapat lebih kuat, atau membuat hal-hal yang tidak disadari oleh konseli menjadi hal yang disadari sepenuhnya.
Beberapa teknik yang digunakan dalam terapi psikoanalisis sebagai berikut:
1.   Penafsiran
2.   Analisis mimpi
3.   Asosiasi bebas

2.      Teori Behavioristik
Pada dasarnya, aliran ini mencoba untuk mengilmiahkan semua perilaku manusia (dapat diamati), sehingga dapat dilakukan penilaian secara objektif. Operant Conditioning (B.F.Skinner) aliran ini berpendapat perilaku manusia sebagai hasil dari pengkodisian lingkungan yang ada.
Tujuan konseling dalam terapi Behavioristik adalah untuk mengubah atau menghapus perilaku dengan cara belajar perilaku baru yang lebih dikehendaki.
Teknik konseling yang digunakan dalam pendekatan Behavioristik:
1.      Self-Management
2.      Disensitisasi Sistematik
3.      Latihan Asertif
4.      Memberi Contoh (Modeling)

3.      Rational Emotive Therapy
RET merupakan gabungan dari teori humanistik, filosofi dan behavioral. Pendekatan RAT lebih diorientasikan pada kognisi, perilaku dan aksi yang lebih mengutamakan berfikir, menilai, menentukan, menganalisis dan melakukan sesuatu
Tujuan konseling Terapi RAT yaitu untuk mendemonstrasikan kepada konseli bahwa verbalisasi diri merupakan sumber ganguan emosi, menunjukan pada klien bahwa verbalisasi diri adalah tidak logis dan tidak rasional, mengeluarkan pemikiran sehingga verbalisasi diri dapat lebih logis dan efisen dan tidak berhubungan dengan emosi negatif dan perilaku kekalahan diri.

Teknik konseling yang digunakan dalam terapi RAT yaitu:
1.      Terapi Kognitif
2.      Humor
3.      Teknik Emotif

4.      Teori Humanistik
Aliran humanistik beranggapan bahwa manusia mempunyai sifat dasat yang baik. Peryataan tersebut mengandung makana bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk terus berkembang, mengarahkan diri, kreatif, dan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, penuh kesadaran dan kebebasan.[12]


DAFTAR PUSTAKA

Hartono dan Soedarmadji Boy. 2012. Psikologi Konseling edisi revisi. Jakarta: Kencana Perdana Media Group.

Mappiare andi. 2006. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Tohirin. 2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (berbasis Integrasi). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
 




[1] Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling edisi revisi, KENCANA, Jakarta, 2012, hlm. 37.
[2] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (berbasis Integrasi), hlm. 80
[3] Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling edisi revisi, hlm. 4
[4] Andi Mappiare, Pengantar  Konseling dan Psikoterapi, hlm. 20
[5] Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling edisi revisi, hlm. 21
[6] Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling edisi revisi, hlm. 5
[7] Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling edisi revisi, hlm. 6
[8] Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling edisi revisi, hlm. 51
[9] Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling edisi revisi, hlm. 56
[10] Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling edisi revisi, hlm. 57-65
[11] Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling edisi revisi, hlm. 93
[12] Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling edisi revisi, hlm. 104-143

Tidak ada komentar:

Posting Komentar